Rabu, 02 Juli 2014

Budaya Mitoni dalam suku bangsa Jawa

MITONI
Ritual untuk tujuh bulan kehamilan

Ketika seorang wanita hamil untuk pertama kalinya, pada bulan ketujuh kehamilannya diadakan ritual MitoniMitoniberasal dari kata pitu artinya tujuh. Ritual mitoni  diadakan dengan maksud untuk memohon berkah Gusti, Tuhan, untuk keselamatan calon orang tua dan anaknya.Bayi lahir pada masanya dengan sehat ,selamat, demikian pula ibunya melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diharapkan seluruh keluarga hidup bahagia.

Hal-hal penting pada upacara mitoni adalah :

  1. Siraman ( pemandian calon ibu)
  2. Pendandanan calon ibu
  3. Angreman
Tempat, berbagai barang/ubarampe termasuk sesaji, hendaknya sudah tersedia lengkap


Upacara Siraman
Upacara Siraman
Biasanya pelaksanaan siraman diadakan dikamar mandi atau ditempat khusus yang dibuat untuk siraman, dihalaman belakang atau samping rumah.

Siraman dari kata siram artinya mandi. Pada saat mitoni adalah pemandian untuk sesuci lahir batin bagi calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan.

Yang baku, ditempat siraman ada bak/tempat air yang telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga sritaman, yang terdiri dari mawar,melati, kenanga dan kantil.

Dipagi hari atau sore hari yang cerah, ada terdengar alunan suara gamelan yang semarak, mengiringi pelaksaan siraman.

Didepan tempat siraman yang disusun apik, duduk calon kakek, calon nenek dan ibu-ibu yang akan ikut memandikan.Mereka semua berpakaian tradisional Jawa , bagus, rapi.Tentu saja sisaksikan oleh para  undangan yang hadir untuk menyaksikan dan memberi restu kepada calon ibu.

Calon ibu dengan berpakaian kain putih yang praktis, tanpa mengenakan asesoris seperti gelang, kalung, subang dsb, datang ketempat siraman dengan diiringi oleh beberapa ibu.

Dia langsung didudukkan diatas sebuah kursi yang dialasi dan dihias dengan sebuah tikar tua,maksudnya orang wajib bekerja sesuai kemampuannya dan dedauanan seperti : opok-opok,alang-alang,oro-oro,dadap srep, awar-awar yang melambangkan keselamatan dan daun kluwih sebagai perlambang kehidupan yang makmur.

Orang pertama yang mendapat kehormatan untuk memandikan adalah calon kakek, kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah punya cucu.Sesuai kebiasaan, jumlah yang memandikan adalah tujuh orang. Diambil perlambang positifnya, yaitu tujuh, bahasa Jawanya pitu, supaya memberi pitulungan, pertolongan.

Sesudah selesai dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci dari sebuah kendi sampai airnya habis.Kendi yang kosong dibanting ketanah.Dilihat bagaimana pecahnya. Kalau paruh atau corot kendi tidak pecah, hadirin ramai-ramai berteriak : Lanang! Artinya bayi yang akan lahir laki-laki. Apabila pecah, yang akan lahir wadon, perempuan

Perlu diketahui bahwa suasana selama pelaksanaan siraman adalah sakral tetapi riang

Pada masa kini, upacara siraman dipandu oleh seorang ibu yang profesional dalam bidangnya, disertai seorang M.C. sehingga upacara berjalan runut, lancar dan bagus..


Peluncuran tropong
Ada kalanya, sesudah selesai pecah kendi, sebuah tropong, alat tenun dari kayu diluncurkan kedalam  kain tekstil yang mempunyai tujuh warna. Ini perlambang kelahiran bayi dengan lancar dan selamat.

Peluncuran tropong, pada masa kini jarang sekali dilakukan


Siraman gaya MataramanSiraman gaya Mataraman atau Yogyakarta kuno, sekarang boleh dibilang tidak dilakukan lagi. Pada siraman tersebut yang dimandikan tidak hanya calon ibu, tetapi jugas calon ayah, secara berbarengan.


Pendandanan calon ibu

Disebuah ruangan yang telah disiapkan untuk upacara pendandanan, beberapa ibu dengan disaksikan hadirin, mendandani calon ibu dengan beberapa motif kain batik dan lurik.

Ada 6/enam motif kain batik, antara lain motif kesatrian, melambangkan sikap satria; wahyu tumurun, yaitu wahyu yang menurunkan kehidupan mulia, sidomukti ,maksudnya hidup makmur, sidoluhur-berbudi luhur dsb.
Pendandanan Calon Ibu
Satu per satu kain batik itu dikenakan, tetapi tidak ada yang sreg, sesuai. Lalu yang ketujuh dikenakan kain lurik bermotif lasem, dengan semangat para hadirin berseru : Ya, ini cocok!

Lurik adalah bahan yang sederhana tetapi kuat, motif lasem mewujudkan perajutan kasih yang bahagia, tahan lama. Begitulah perlambang positif dari upacara pendandanan.
Tali Dipotong Dengan Keris
Lurik yang dikenakan calon ibu tersebut diikat dengan tali yang terdiri dari benang dan anyaman daun kelapa. Tali itu dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan sebilah keris yang ujungnya ditutup kunyit.Ini perlambang bahwa semua kesulitan yang dihadapi keluarga ,akan diatasi oleh sang ayah

Sesudah memotong tali, sang ayah mengambil tiga langkah kebelakang, membalikkan badan dan lari keluar. Ini melambangkan kelahiran yang lancar dan selamat, bagi bayi dan ibu.


Brojolan


Dua buah kelapa gading diluncurkan kedalam kain lurik yang dipakai calon ibu. Kedua kelapa tersebut jatuh diatas tumpukan kain batik. Ini juga menggambarkan kelahiran yang lancar dan selamat.

Kedua buah kelapa gading itu diukir dengan gambar Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya, sepasang dewa dewi yang cantik, bagus rupanya dan baik hatinya.Artinya tokoh, figur yang ayu, baik, luar dalam, lahir batin. Ini tentu dalam menjalani kehidupan kedua orang tua juga bersikap demikian , demikian pula anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang baik,  berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin.

Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dan memecahnya dengan menggunakan golok.  Kalau kelapa itu pecah jadi dua, hadirin berseru : Wadon, perempuan. Kalau kelapa itu airnya menyembur keluar, hadirin berteriak riang : Lanang, lelaki.

Anak yang dilahirkan putra atau putri, sama saja, tetap akan  diasuh, dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih dan tanggung jawab

Kelapa yang satunya, yang masih utuh, diambil, lalu dengan diemban oleh calon nenek , ditaruh ditempat tidur.


SUMBER: http://jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6&Itemid=6&lang=id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar